sultanews.com , Tenggarong – Prediksi kontestasi politik 2024 mendatang telah diperhitungkan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA, pada Jumat (17/3/2023). Survey yang dilakukan adalah terkait ihwal dinamika politik. Dilakukan terhadap 1.200 responden sejak 4-15 januari lalu. Temuan tersebut menunjukan buruknya elektabilitas partai-partai Islam dalam kanca politik.
“Kita prediksi di 2024 titik terendah dukungan ke partai berbasis Islam, jika dijumlahkan kurang dari 25 persen,” ujar Peneliti sekaligus Direktur LSI Denny JA, Ade Mulyana dikutip Viva.co.id saat memaparkan hasil surveynya.
Prediksi itu, jelas Ade, tampak dalam hasil analisis dari survei 34 provinsi di Indonesia dengan metode wawancara secara tatap muka dan toleransi atau batas kesalahan sekitar 2,9 persen.
Sebanyak 50 persen responden memandang partai berbasis Islam adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Ummat (PU).
Hasil survei itu menunjukkan partai yang memperoleh dukungan terkecil dari responden, yakni sekitar 1-4 persen atau menjadi partai papan bawah didominasi oleh partai berbasis Islam. Elektabilitas yang terus menurun ini, menurut Ade, bisa dibilang terus terjadi setiap periode pemilihan umum.
Dicontohkannya pada tahun 2019, dukungan kepada partai-partai Islam 30,1 persen, jauh dari dukungan ke partai nasionalis yang mencapai 69,9 persen.
“Saat itu, ada PKB, PAN, PKS, PPP dan PBB,” ujarnya.
Di Pemilu tahun 2014, dukungan ke partai-partai Islam bahkan hanya 31,4 persen, jauh lebih besar dukungan terhadap partai berbasis nasionalis yang mencapai 68,6 persen.
“Saat itu, hampir sama ada PKB, PAN, PKS, PPP dan PBB,” terang Ade Mulyana.
Mundur ke belakang pada Pemilu 2009, dukungan ke partai-partai Islam 29,2 persen, hasil itu dinilai juga jauh dari total dukungan ke partai-partai nasionalis sebesar 70,8 persen. Padahal, di Pemilu kala itu banyak partai Islam mulai PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PKNU, PBR, PMB dan PPNUI.
Perbandingan Partai Islam
Dukungan ke partai-partai Islam masih sekitar 38,3 persen, yang juga masih jauh dari dukungan ke partai-partai nasionalis mencapai 61,7 persen. Saat ini, cukup banyak pula partai-partai Islam seperti PKB, PPP, PKS, PAN, PBB, PBR dan PPNUI.
“Bahkan, Pemilu 1999, dukungan ke partai Islam 37,4 persen, jauh dari partai terbuka atau partai nasionalis 62,6 persen,” terangnya.
Saat itu, ada PPP, PBB, PK, PKNU, PP, PPI, Masyumi, PSII, PKU, KAMI, PUI, PAY, PIB, SUNI, PSII 1905, PMB PID PAN PKB. Kondisi serupa juga terjadi pada hasil Pemilu 1955, saat partai-partai Islam mendapat dukungan 43,9 persen dan partai-partai nasionalis 56,1 persen.
Kemudian, partai-partai besar seperti Masyumi, NU, PSII, Perti, PPTI dan AKUI. Perolehan suara partai berbasis Islam tertinggi terjadi pada 1955 dengan total 43,9 persen. Hasil terendah terjadi tahun 2009 dengan total 29,2 persen. Bahkan, partai-partai Islam belum pernah ke luar menjadi pemenang.
Capres Tak Berlatar Belakang Santri
Kendati demikian, Ade Mulyana, mengungkap sejumlah penyebab utama yang membuat dukungan terhadap partai berbasis Islam terus merosot sampai saat ini.
Pada pemilu tahun 2024 ini juga, hasil LSI menyebut partai-partai berbasis Islam semakin melorot suaranya. Padahal, pemilih muslim di Indonesia sebanyak 87 persen.
Penyebab selanjutnya yaitu absennya calon presiden (capres) yang berlatar belakang santri yang kuat. Padahal, kata Ade, capres yang kuat itu merupakan modal partai untuk memenangkan pemilu.
“Kalau kita lihat Pilpres 2004 lalu, tidak ada capres yang kuat berlatar belakang santri. Bahkan Amien Rais di 2004 itu harus tersisih di putaran pertama. Di tahun 2004 memang tidak ada capres yang berasal dari santri atau punya ikatan kuat dengan partai Islam. Ini adalah penyebab mengapa partai Islam cenderung tidak moncer suaranya,” jelas Ade. (*)